Abu Tandan kosong kelapa sawit diperoleh dari tempat pembakaran limbah tandan kosong kelapa sawit di pabrik kelapa sawit milik PTPN II Kabupaten Keerom. Abu Tandan Kosong kelapa sawit dipanaskan untuk dihilangkan aimya, digerus dan kemudian disaring dengan penyaring 100 mesh. Selanjutnya abu yang telah diabukan ulang di atas kompor listrik pada suhu sekitar 400°C selama 2 jam.
Abu tandan kosong kelapa sawit sebelum digerus dan disaring pada ayakan 100 mesh berwarna hitam lebih gelap dibanding setelah digerus dan disaring. Setelah disaring 100 mesh dan dipanaskan pada suhu sekitar 400 0C warna abu tandan kosong kelapa sawit berubah warna yaitu putih kehijauan seperti gambar dalam lampiran.
Proses pengabuan ulang abu tandan kosong kelapa sawit bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa karbon yang ada sehingga yang tertinggal hanya logam oksida teroksidasi lagi. Abu hasil pengabuan berwarna putih kehijauan yang rapuh. Selama proses pengabuan senyawa hidrokarbon akan terurai menjadi gas H2O dan gas CO2.
Proses Pembuatan Biodiesel dengan metode transesterifikasi
Proses Pembuatan Larutan Tandan Kosong Kelapa Sawit dalam etanol 70%
Pada pembuatan larutan abu tandan kosong kelapa sawit sebanyak 5 gram dilarutkan dalam 100 mL etanol 70%. Larutan etanol 70% merupakan asam sehingga dapat melarutkan kalium, kalsium dan logam aktif lain yang terdapat dalam abu tandan kosong kelapa sawit. Menurut Yuswono dkk (2007), dengan meningkatnya berat abu tandan kosong kelapa sawit, maka pembentukan biodiesel akan semakin baik.
Proses pelarutan abu tandan kosong kelapa sawit dilakukan dengan cara mencampurkan abu tandan kosong kelapa sawit dengan larutan etanol 70% dan disimpan dalam suhu kamar selama 24 jam untuk memaksimalkan logam-logam yang larut. Sebagai contoh kalium dalam K2O akan diubah menjadi kalium etoksida (KC2H5O) sesuai persamaan reaksi:
K2O(S) + C2H5OH(l) → KC2H5O(Aq) + H2O(l)
Selanjutnya menyaring endapan yang masih ada dan filtrat yang terbentuk adalah larutan logam/katalis. Sedangkan sisa abu yang sudah tidak dapat terlarut lagi disebabkan masih terdapatnya sisa karbon dan silika yang sudah membentuk kristal yang stabil.
Menurut Sibarani 2007, kalium yang terdapat pada abu tandan kosong kelapa sawit terutama berada dalam bentuk senyawa kalium karbonat (K2CO3). Larutan abu juga disiapkan dengan komposisi seperti ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel Perbandingan Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit dan etanol 70%
KODE
BERAT ATKKS (Gram)
VOLUME ETANOL
5
5,0098
100 mL
10
10,0209
100 mL
15
15,0200
100 mL
20
20,0114
100 mL
25
25,0012
100 mL
Proses Transesterifikasi
Suhu reaksi yang dioperasikan adalah 60 oC agar konversi etil ester optimal. Hal ini terjadi karena dengan naiknya suhu, maka tumbukan antar partikel semakin besar, sehingga reaksi berjalan semakin cepat dan konstanta reaksi semakin besar. Reaksi esterifikasi minyak komersial dengan etanol menjadi Fatty Acid Ethyl Ester (FAEE) dengan etanol merupakan reaksi endotermis, apabila suhu reaksi dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan/ke produk.
Peningkatan laju reaksi ini disebabkan oleh meningkatnya konstanta laju reaksi yang merupakan fungsi dari temperatur. Semakin tinggi temperaturnya, maka semakin besar konstanta laju reaksinya. Hal ini sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A exp(-Ea/RT)
k = konstanta laju reaksi
A = frekuensi tumbukan
R = konstanta gas
T = temperatur
Ea = energi aktivasi
( Levenspiel, 1985 )
Waktu yang digunakan dalam proses tansesterifikasi adalah waktu optimum berdasarkan penelitian Maharani 2010 yaitu 120 menit. Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan stirrer. Pengadukan dengan stirrer bertujuan untuk mempercepat laju reaksi pada reaksi transesterifikasi. Hal ini mempengaruhi peningkatan pembentukan metil ester.
Perbedaan fasa minyak goreng dan etanol dapat mengakibatkan penurunan kecepatan reaksi. Penurunan ini terjadi karena perpindahan massa dari gliserol ke etanol atau sebaliknya berjalan lambat karena perbedaan fasa kedua reaktan.
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta, 1978).
Adapun katalisator yang sangat berperan dalam reaksi menggunakan katalis abu tandan kosong kelapa sawit adalah CaO dan K2O. Mekanisme reaksi heterogen dengan menggunakan katalis CaO adalah sebagai berikut:
1. Katalis basa CaO merupakan tempat, dimana permukaan O-2 menyerang atom H+ dari etanol sehingga membentuk etoksi.
2. Etoksi menyerang atom dari trigliserida membentuk perantara tetra hedral.
3. Mengambil atom H+ dari CaO
4. Kemudian langkah terakhir adalah penyusunan kembali perantara tetrahedral menjadil etil ester dan gliserol
Gambar Mekanisme reaksi Transesterifikasi dengan menggunakan Katalis basa
Hasil Biodiesel Pada Proses Transesterifikasi
Biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi menggunakan 20 gram larutan abu dalam etanol (Berat abu masing-masing dalam 100 mL adalah 5, 10, 15, 20, dan 25) diukur volume, dihitung berat dan rendemenya. Hasil pengukuran dan perhitungannya ditampilkan pada tabel
Tabel Hubungan Berat Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Biodiesel
NO
BERAT ABU TKS (gram)
BOIDIESEL
Volume(mL)
Massa(gram)
Rendemen(%)
1
5
112
99,6352
83,27
2
10
118
104,3356
87,78
3
15
120
104,9400
84,14
4
20
122
105,6032
88,86
5
25
122
105,6032
88,86
Hasil pengukuran Volume biodiesel hasil transesterifikasi kemudian diubah dalam bentuk grafik, seperti di tampilkan pada Gambar 4.1
Grafik hubungan berat abu dalam etanol 100 mL dan volume biodiesel hasil transesterifikasi
Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat ditentukan bahwa kondisi optimum reaksi dicapai pada berat abu tandan kosong kelapa sawit 20 gram terhadap minyak dengan rasio berat etanol/minyak 1: 6. Pada kondisi tersebut diperoleh tingkat konversi biodiesel sebesar 88,86%.
Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang menggunakan minyak kelapa dan minyak sawit, kondisi optimum reaksi yang dicapai dalam penelitian yang menggunakan minyak kelapa adalah pada persentase berat abu tandan kosong kelapa sawit 4% (b/b) terhadap minyak dengan rasio molar etanol/minyak 12:1 dan pada kondisi tersebut diperoleh tingkat konversi biodiesel sebesar 81,5%.
Kondisi optimum reaksi dalam penelitian yang mengunakan minyak goreng dicapai pada berat abu tandan kosong kelapa sawit 20 gram terhadap minyak dengan rasio berat etanol/ minyak 1:6 dan pada kondisi tersebut diperoleh tingkat konversi biodiesel sebesar 88,86% .
Pada hasil penelitian-penelitian tersebut dapat diketahui terdapat perbedaan kondisi optimum reaksi meskipun sama-sama menggunakan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa, hal ini dikarenakan abu tandan kosong kelapa sawit yang diperoleh berasal dari tempat yang berbeda sehingga komposisi kimia didalamnya juga berbeda. Selain itu, perbedaan minyak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel juga berpengaruh terhadap kondisi optimum reaksi yang dicapai.
Minyak sawit dan minyak kelapa memiliki komponen penyusun utama yang berbeda. Untuk penggunaan minyak yang sama belum tentu memiliki komponen penyusun utama yang sama. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis komponen penyusun utama minyak sawit yang digunakan oleh peneliti sebelumnya berupa asam palmitat, sedangkan pada penelitian lain komponen penyusun utamanya berupa asam palmitat dan asam oleat.
Variasi penggunaan abu tandan kosong sangat berpengaruh terhadap jumlah hasil transesterifikasi. Abu tandan kosong kelapa sawit sangat baik bila dijadikan katalis pengganti KOH dan NaOH pada reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit.
Peningkatan jumlah abu tandan kosong kelapa sawit yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi, akan meningkatkan konversi biodiesel yang diperoleh. Pada masing–masing berat abu tandan kosong kelapa sawit 5,10,15,20 dan 25 terhadap berat minyak diperoleh persentase konversi biodiesel berturut-turut 83,27%, 87,78%, 88,29%, 88,86% dan 88,86%.
Pengguanaan etanol 70% sebagai pelarut dalam maserasi abu tandan kosong kelapa sawit sangat menguntungkan. Keuntungan jika menggunakan etanol 70% adalah:
- Etanol 70% sangat mudah didapat
- Harga etanol 70% relatif murah jika dibandingkan dengan alkohol jenis lain.
- Kandungan air dalam etanol sangat menguntungkan karena dapat melarutkan logam dalam abu dan membentuk senyawa yang bersifat basa. Sebagai contoh:
K2O + H2O KOH
Na2O + H2O NaOH
CaO + H2O Ca(OH)2
MgO + H2O Mg(OH)2
Uji Kualitas Biodiesel
Hasil pengujian beberapa karakter biodiesel pada variasi berat abu tandan kosong kelapa sawit dalam etanol 100 mL. Karakteristik biodiesel diuji dengan alat uji standar ASTM D 1298 untuk berat jenis, ASTM D 97 untuk titik tuang, ASTM D 2500 untuk titik kabut, dan ASTM D 93 untuk titik nyala.
Kualitas biodiesel yang dihasilkan maka dapat diketahui dari pengujian karakteristik biodiesel seperti yang tercantum dalam tabel 4.3. Penambahan berat abu menyebabkan biodiesel semakin murni karena semakin banyak jumlah trigliserida yang terkonversi menjadi biodiesel/ etil ester.
Hasil uji beberapa karakter biodiesel pada variasi berat abu dalam etanol 100 mL
NO
PARAMETER
Berat Abu Dalam Etanol 100 mL (gram)
Batasan*
5
10
15
20
25
1
Massa jenis (gr/mL)
0,8896
0,8842
0,8745
0,8656
0,8673
0,85-0,89
2
Titik nyala (0C)
112
118
120
122
122
Min 60
3
Titik kabut(0C)
60
40
35
30
28
-
4
Titik tuang(0C)
50
45
40
27
27
Maks.65
* SNI-04-7182-2006
Uji Massa Jenis Biodiesel
Massa jenis diukur menggunakan piknometer dengan Volume 25 mL. Hasil perhitungan massa jenis jika ditampilkan dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut:
Gambar Grafik hubungan Massa jenis dengan banyaknya abu tandan kosong kelapa sawit
Batasan massa jenis biodiesel sesuai dengan spesifikasi minyak solar 48 dalam Surat keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 3675 K/24/DJM/2006 Tanggal 17 maret 2006 adalah 0,815-0,870. Untuk biodiesel yang dihasilkan dari reaksi kode nomor 5 yaitu perbandingan antara massa abu tandan kosong kelapa sawit dengan etanol 70% adalah 5 gram abu 125 mL etanol 70% memiliki berat jenis tertinggi yaitu 0,8896 gram/mL.
Kode nomor 10 dengan berat abu tandan kosong kelapa sawit 10 gram berat jenis biodiesel yang dihasilkan 0, 8842 gram/mL dan pada berat 15 gram 0,8745 gram/mL. Apabila kita lihat batasan berdasarkan keputusan di atas maka semua hasil transesterifikasi memenuhi syarat. Spesifikasi biodiesel sesuai SNI 04-7182-2006 batasan massa jenis biodiesel pada suhu 400C adalah 0,850-0,890 gram/mL.
Biodiesel yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa abu tandan kosong kelapa sawit sebanyak 20 dan 25 gram berturut-turut 0, 8656 gram/mL dan 0,8673 gram/mL. Biodiesel ini pada dua reaksi transesterifikasi terkhir menenuhi syarat SNI maupun keputusan Direktur Jenderal Minyak dan gas bumi.
Penyimpangan massa jenis biodiesel yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi diakibatkan suhu saat pengukuran. Pengukuran massa jenis yang dilakukan menggunakan suhu kamar saat pengukuran yaitu 30 0C. Semakin tinggi suhu saat pengukuran semakin besar massa jenis suatu benda. Hal ini terjadi karena pemuaian zat.
Uji Titik nyala Biodiesel
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, titik nyala jika disajikan dalam bentuk grafik, akan diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar Grafik hubungan antara berat abu tandan kosong kelapa sawit dengan titik nyala biodiesel
Karakter titik nyala biodiesel seluruhnya masuk spesifikasi bahan bakar diesel standar nilai rata-rata di atas 600C. Karakter ini mempengaruhi keamanan bahan bakar untuk disimpan pada kondisi temperatur tertentu. Semakin tinggi nilai titik nyala, maka bahan bakar semakin aman untuk disimpan pada kondisi temperatur yang relatif rendah. Titik nyala biodiesel yang dihasilkan cukup baik yaitu di atas 100 °C.
Uji Titik Kabut Biodiesel
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, titik kabut jika disajikan dalam bentuk grafik, akan diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar Grafik hubungan antara berat abu tandan kosong kelapa sawit dan titik kabut biodiesel
Titik kabut suatu bahan bakar yang sudah terdestilasi adalah temperatur dimana bahan bakar menjadi berkabut karena kehadiran dari kristal-kristal lilin. Titik kabut sangat dipengaruhi oleh harga salinitas, bila salinitasnya tinggi harga titik kabut cenderung turun.
Hasil pengukuran titik kabut biodiesel bervariasi . Penggunaan abu tandan kosong kelapa sawit 20 gram dalam etanol 70% terhadap minyak 725 mL minyak goreng . Harga tersebut sudah sesuai dengan standar Dirjen Migas (maks. 26 0C). Pengukuran Korosi Terhadap Lempeng Tembaga (Copperstrip Corrosion).
Metode copper strip corrotion digunakan untuk memprediksi derajat korosivitas relatif lempeng tembaga yang diujikan pada biodiesel. Hasil pemeriksaan biodiesel berdasar metode standar ASTM D 130 diperoleh. Hasil pengujian korosi lempeng tembaga untuk ketiga jenis biodiesel tersebut telah memenuhi standar.
Uji Titik Tuang Biodiesel
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, titik tuang jika disajikan dalam bentuk grafik, akan diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar Grafik hubungan abu tandan kosong kelapa sawit dan Titik Tuang Biodiesel
Titik tuang berkaitan erat dengan viskositas karena semakin rendah viskositas maka semakin mudah biodiesel untuk mengalir pada kondisi tertentu. Nilai titik tuang biodiesel semuanya masuk spesifikasi karena masih di bawah 65 °C.
No comments:
Post a Comment